PERUBAHAN SOSIAL DAN PENYEBAB DISKURSUS, KEKUASAAN, SERTA KEMISKINAN DI PEDESAAN
Sosiologi merupakan studi
mengenai masyarakat dalam suatu sistem sosial. Di dalam sistem tersebut,
masyarakat slalu mengalami perubahan. Tidak ada masyarkat yang tidak mengalami
perubahan, walaupun dalam taraf terkecil sekalipun, masyarakat (yang
didalamanya terdapat banyak individu) akan slalu berubah. Perubahan tersebut
dapat berupa perubahan yang kecil sampai pada taraf perubahan yang sangat besar
yang mampu memberikan pengaruh yang besar bagi aktivitas atau perilaku manusia.
Studi mengenai perubahan
sosial yang menjadi inti dalam sosiologi, sudah dimulai pada abad ke-18. Ibnu khaldun,
seorang pemikir islam dalam bidang sosial, pertamakali memperkenalkan konsep
perubahan sosial. Perubahan sosial menurut khaldun, bahwa masyarakat secara
historis bergerak dari masyarakat nomaden menuju masyarakat (yang tertinggal)
menetap (disebut masyarakat kota).
Perubahan sosial dapat
dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem
sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam
jangka waktu yang berlainan. Untuk itu, konsep dasar mengenai perubahan sosial
menyangkut 3 (tiga) hal, yaitu:
a.
Studi
mengenai perbedaan.
b.
Studi
harus dilakukan pada waktu yang berbeda.
c.
Pengamatan
pada sistem sosial yang sama .[1]
Perubahan
sosial adakalanya hanya terjadi pada sebagian ruang lingkup, tanpa menimbulkan
akibat besar terhadap unsur lain dari sistem tersebut. Namun, perubahan mungkin
juga mencakup keseluruhan (sekurang-kuurangnya mencakup inti) aspek sistem, dan
menghasilkan perubahan secara menyeluruh dan meciptakan sistem yang secara
mendasar berbeda dari siste yang lama. Berikut ini devinisi perubahan sosial
yang dikemukakan oleh beberapa tokoh:
a.
Kinsley
Davis, mendevinisikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan sistem masyarakat.
b.
Mac
Lver, perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial
atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan.
Gencarnya proyek
modernisasi beberapa dasawarsa ini berjalan yang dirancang “filsafat kesadaran”
yang berpihak kepada rasio instrumental tlah mengukung analisis bahasa kedalam
kerangka empirisme-posistivisme yang memandang bahasa sebagai alat mereduksinya
sekedar prakara gramatika.[2]
Pembukaan UUD 1945
menyatakan bahwa negara indonesia dibentuk guna memajukan kesejahteraan umum,
berkaitan dengan hal tersebut, pembangunan telah dijadikan mekanisme untuk
mengisi kemerdekaan bangsa.[3]
Untuk memajukan kesejahteraan umum, secara khusus pemerintah diwajibkan
memelihara fakir miskin, mengembangkan sistem jaminan sosial, dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu.[4]
Akan tetapi ditemui
berbagai kejanggalan pengelolaan kemiskinan yang mencakup pula pengelolaan fakir,
lemah dan tidak mampu. Mungkin karena dipandang bersifat relatif, maka muncul
kehendak untuk mengobjektifikasi ukuranya, kemiskinan telah lama menjadi medan
pertarungan kekuasaan. Operasi kekuasaan telah memunculkan atau menghilangkan
topik kemiskinan, mengurangi dan menambahi jumlah golongan miskin, menentukan
pengelolaan orang miskin, dan sebagainya.
Dengan dorongan kekuasaan,
kemiskinan menjadi topik bermasyarakat dan bernegara yang bekali-kali muncul
atau dihilangkan. Ditengah-tengah masyarakat sendiri, kemiskinan atau dengan
konsep yang serupa sepertik kekurangan telah
muncul dan diatasi bersama-sama sejak lama. Pemerintah Hindia belanda
membesarkan kemunculanya hingga meliputi wilayah Nusantara untuk menangani
kemiskinan khusus pada tubuh kreol indo Eropa pada awal abad ke-20. Bersamaan dengan
pernyataan kemerdekaan indonesia, tubuh orang miskin yang sakit muncul dalam
suatu aturan pemeliharaan depertemen kesehatan di rumah sakit-rumah sakit pada
masa pemerintahan Presiden Soekarno.[5]
Hingga dua pertiga masa pemerintahan presiden soeharto, fakir miskin secara
normatif ditangani oleh Depertemen Sosial. Bersama dengan program pemerintah
yang di dukung oleh utang luar negeri, sejak tahun 1993 tubuh orang miskin
muncul dalam kelompok masyarakat atau disingkat pokmas. Organisasi yang
mengawasi dan mengorganisasikan program penanggulangan kemiskinan kemudian
resmi dibentuk pemerinah secara beruntun sejak tahun 2000 hingga kini.[6]
Dalam sifat kemiskinan yang
relatif, peperangan terjadi untuk menetukan jenis dan jumlah orang miskin. Kekuasaan
yang lebih dominan memunculkan makna kemiskinan yang lebih dominan, sekaligus
melemahkan dan menghilangkan tafsir kemiskinan lainnya. Dengan menyadari
kelemahan analisis selama ini, diperlukan pola analisis baru yang mampu
memperhitungkan beragam makna kemiskinan, hubungan antargenerasi yang melintasi
pelapisan sosial, dan diskontiunitas perang antar beragam makna kemiskinan. Dalam
membentuk pengetahuan yang kuat, diskursus kemiskinan secara timbal-balik
membentuk praktik-prakitk khusus. Perang antar diskursus kemiskinan sekaligus
terwujud dalam upaya dominasi antar generasi maupun struktur sosial.
Sayangnya beragam analisis
diskursus kemiskinan selama ini masih belum menggali aneka diskursus kemiskinan
lokal, kecuali hanya sebagai satu kutub dari dikotomi dengan negara maju.[7]
Masih diperlukan kajian mendalam untuk mendapatkan diskursus kemiskinan,
khususnya yang tercipta di pedesaan indonesia. Tertuju pada kritik terhadap
dominasi diskursus kemiskinan donor dan negara maju, jaringan peperangan antar
beragam diskursus kemiskinan bahkan belum digali secara mendalam.
Secara khusus kajian di
wilayah pedesaan penting, karena persentase penduduk miskin di pedesaan
mendadak melampaui perkotaan serentak dengan penerbitan Inres Nomor 5 Tahun
1993 (inpres desa tertinggal), diikuti dominasi program pengurangan kemiskinan
di pedesaan hingga kini. Akan tetapi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
penangan fakir miskin hendak memusatkan penanganan kemiskinan perkotaan
sebagaimana terbaca dari alternatif penanganan melalui rumah singgah, panti,
dan sejenisnya, yang biasa terdapat diperkotaan.
[1]
Sztompka, 1994
[2]
Yudi Latif, 1996
[3]
Pembangunan juga menjadi orientasi Presiden Soekarno untuk mengisi kemerdekaan,
sebagaimana tulisanya untuk pembangunan semesta berentjana, bagian jang
diucapakan pada rapat pleno Depernas 28 Agustus 1959, halama 29.
[4]
UUD 1945 pasl 34 ayat 1 dan 2
[5]
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1953 tentang penunjukan rumah sakit-rumah sakit
pertikulir yang merawat orang-orang miskin dan orang-orang yang kurang mampu. Peraturan
pemerintah Nomor 27 Tahun 1953 tentang
penunjukan rumah sakit-rumah sakit partikulir yang merawat orang-orang miskin
dan orang-orang yang kurang mampu.
Undang-Undang darurat Nomor 6 Tahun 1955 tentang pengubahan dan
penambahan pasal 4 Undang-Undang nomor 18 Tahun 1953 (lembaran negara nomor 48
tahun 1953) tentang penunjukan rumah sakit-rumah sakit patrikulir yang merawat
orang-orang miskin dan orang-orang yang kurang mampu.
[6]
Melalui pembentukan badan koordinasi penanggulangan kemiskinan (BKPK) pada
tahun 2001, komite penanggulanga kemiskinan (KPK) pada tahun 2001, tim
koordinasi penanggulangan kemiskinan (TKPK) pada tahun 2005, dan tim nasional
percepatan penanggulangan kemiskinan (TNP2K) pada tahun 2010
[7] Lihat contoh
pada hasil kajian Levinshon (2003: 6-9), Mohan (2001: 153-167), mosse (2001:
16-35), Rahnema (1992: 169-174)
Komentar
Posting Komentar