kita sebagai warga negara indonesia tentu sudah sangat sering
mendengar kata Nasionalisme, akan tetapi tidak semua orang mengerti dengan arti
nasionalisme itu sendiri. maka dari itu saya slaku penulis mencoba menambah
pemahaman dan wawasan kita bersama. Nasionalisme
merupakan paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan suatu negara
yang memiliki tujuan dan cita-cita bersama untuk kepentingan nasional.
Sedangkan menurut KBBI, Nasionalisme berasal dari kata "nasional" dan
"isme" yaitu paham kebangsaan yang mendukung makna kesadaran dan
semangat cinta tanah air, memiliki rasa kebanggan sebagai bangsa, atau
memelihara kehormatan bangsa.
Menurut
Kedourie nasionalisme adalah doktrin yang berpretensi untuk memberikan satu kriteria dalam menentukan unit penduduk yang ingin menikmati satu pemerintahan eksklusif bagi dirinya, untuk melegitimasi
pelaksanaan kekuasaan dalam negara, dan untuk memberikan hak mengorganisasikan
suatu masyarakat negara. Dengan kata lain, doktrin ini beranggapan bahwa secara
alamiah, komunitas dibagi menjadi bangsa-bangsa, bahwa bangsa dikenal mempunyai
karakteristik khusus yang dapat ditentukan; dan bahwa corak pemerintahan yang
sah hanyalah self-government[2].
Menurut
sudut pandang ilmuwan sosial dapat digolongkan menjadi dua sudut peninjauan,
yakni secara objektif dan secara subjektif.[3]
1. Jika
ditinjau secara objektif maka nasionalisme dikaitkan dengan
suatu kenyataan objektif. Sebagai faktor objektif yang paling jelas dan lazim
dikemukakan, misalnya aspek atau faktor ras, bahasa, agama, peradaban (seperti
apa yang dikemukakan oleh para sarjana Anglo Saxon disebut sebagai “Civilization”),
wilayah, negara, dan kewarganegaraan. Meskipun demikian, pandangan seperti ini
senantiasa tidak terlepas dari kritikan, mereka berpendapat bahwa nasionalisme
tidak selalu ditentukan faktor objektif semata-mata. Bahwa agama, ras, dan
peradaban, tidak menentukan ada tidaknya nasionalisme itu. Sebagai contoh, kita
ambil misalnya faktor bahasa, sebagai faktor objektif. Bangsa Swiss, merupakan
salah satu suku bangsa yang tertua di Eropa dengan menggunakan empat bahasa
resmi, yaitu bahasa Jerman, Perancis, Italia, dan Rhacto-Romantik. Bangsa
Kanada, menggunakan dua bahasa resmi, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Perancis.
Agamapun, tidak menentukan ada tidaknya nasionalisme dari sebuah bangsa itu.
Lihat saja misalnya bangsa Kanada yang terpisah ke dalam dua suku bangsa, yakni
yang masing-masing beragama Protestan dan Katolik. Di Indonesia, juga dikenal
sebagai bangsa yang mengalami hal serupa, yakni sebagai bangsa yang memiliki
multiagama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor objektif
tersebut merupakan faktor-faktor kausatif yang menentukan ada tidaknya suatu
nasionalisme yang secara khusus. Jadi, faktor-faktor objektif tersebut tidaklah
merupakan faktor yang bersifat konstan, yang membentuk nasionalisme, akan
tetapi lebih merupakan kondisi-kondisi yang memberikan corak secara khusus pada
nasionalisme sebagai suatu bangsa. Meskipun demikian, sebagai hal yang pokok
dan fundamental dalam pemahaman kita tentang nasionalisme adalah adanya
kesadaran yang tinggi atau dengan perkataan lain, nasionalisme merupakan
fomalisasi ataupun rasionalisasi daripada kesadaran nasional dan kesadaran
nasional itulah yang membentuk bangsa (natie), dalam pengertian politik berarti
sebagai negara nasional (nation state).
Definisi-definisi
objektif tersebut, sudah sejak lama oleh Ernest Renan, dalam suatu pamphlet
yang dikenal dengan ungkapan Apakah Bangsa itu? Pada tahun 1882. Menurut
pandangan Ernest Renan bahwa bangsa itu tidak selalu ditentukan oleh ras,
agama, bahasa, negara, peradaban, atau kepentingan ekonomi. Ide nasional,
didasarkan atas sejarah yang gilang-gemilang, adanya pahlawan-pahlawan bangsa
dan negara yang sungguh-sungguh mengabdi untuk nusa dan bangsa. Bangsa (natie)
terutama dipersatukan oleh kesukaran-kesukaran, kesulitan-kesulitan
(penderitaan-penderitaan) yang dialami secara bersama. Oleh karena itu,
nasionalisme merupakan rasa kesadaran yang kuat dengan berlandaskan atas
kesadaran akan pengorbanan yang pernah diderita bersama-sama dalam sejarah dan
atas kemauan menderita dalam hal-hal serupa itu di masa depan.[4]
2. Jika
ditinjau secara subjektif, nasiolisme
adalah suatu gerakan sosial atau sebuah aliran rohaniah yang mempersatukan
rakyat ke dalam suatu “natie” yang membangkitkan massa ke dalam keadaan politik
dan sosial yang aktif. Dengan nasionalisme seperti ini maka negara akan menjadi
milik seluruh rakyat, bukan lagi menjadi milik seorang Raja, atau milik kaum
bangsawan, akan tetapi menjadi milik rakyat sebagai keseluruhan dan rakyat
dalam hubungan ini akan menjadi suatu “natie”. Oleh karena itu, nasionalisme
dapat dipandang sebagai landasan ideal dari setiap negara nasional.[5]
Ketika
berbicara mengenai nasionalisme dalam konteks Indonesia pada saat ini, tentunya
tidak terlepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dan perkembangan
kontemporer kita saat ini. Kedua hal ini masih terus mempengaruhi nasionalisme,
baik itu dari aspek definisi atau aspek praktikal, dan tidak hanya saling
mempengaruhi, namun juga akan memunculkan silang pendapat antara golongan yang
berusaha menghidupkan kembali romantisme masa lalu dan golongan yang berusaha
memahami realitas pada saat ini.
Perdebatan
antara sejarah dan perkembangan saat ini dan kemudian muncul pro-kontra antara
golongan yang satu dengan yang lain akan selalu memunculkan sebuah pertanyaan
besar, yaitu: masih relevankah nasionalisme untuk Indonesia? Pertanyaan
yang sebenarnya hanya membutuhkan kalimat selanjutnya yang cukup panjang ini,
seakan tidak pernah tenggelam di antara isu-isu lain yang berkembang, karena
pada akhirnya isu-isu tersebut bisa dikaitkan dengan nasionalisme.
Nasionalisme
akan mudah untuk dimengerti dan diimplementasikan jika ada musuh bersama. Jika
musuh ini hilang, maka ikatan nasionalisme akan mengendur dengan sendirinya.
Preseden yang muncul di Indonesia mempertegas pendapat ini. Jika kita melihat
ke tahun 1940-an, ketika Belanda masih berusaha menguasai Indonesia melalui
Agresi Militer I dan II, nasionalisme di kalangan masyarakat masih kuat,
sehingga perjuangan Indonesia di Konferensi Meja Bundar 1949 membuahkan hasil
diakuinya kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara. Namun pasca-KMB 1949,
Indonesia kehilangan musuh bersama dan golongan-golongan dalam masyarakat lebih
mengutamakan kepentingan kelompok yang ditandai dengan jatuh bangunnya kabinet
selama masa tersebut. Nasionalisme sempat muncul meski sebentar, ketika
Indonesia mengeluarkan sikap politik luar negeri terhadap Malaysia dengan
Dwikora. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena kondisi internal dalam
Indonesia memang sedang rapuh. Setelah itu, nasionalisme dapat dimunculkan
kembali ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) dijadikan sebagai musuh bersama
karena dianggap sebagai biang keladi Gerakan 30 September. Lebih dari 30 tahun
kemudian, Indonesia memperoleh kembali sebuah musuh bersama, yaitu Orde Baru,
sehingga gerakan nasionalisme dapat menghasilkan reformasi dan demokrasi yang
selama 30 tahun dikebiri. Namun ketika musuh bersama tersebut telah berhasil
dilumpuhkan, kepentingan kelompok kembali muncul mengesampingkan nasionalsime
itu sendiri. Kejadian-kejadian historis di Indonesia tersebut mempertegas bahwa
nasionalisme dapat secara efektif diimplementasikan apabila masyarakat dalam
sebuah negara memiliki musuh bersama.
Globalisasi
telah mereduksi Nasionalisme dari sendi-sendi kehidupan bangsa indonesia. Skema
negara barat dengan neo libralisme dan neo kolonialisme telah berhasil menjadi
suatu paham atau candu bagi bangsa indonesia. Contoh yang paling nyata adalah
1. kebudayaan
bangsa indonesia yang sudah mulai ke arah westernisasi dengan mengikuti trend
dan mode yang negara barat ciptakan. Bukan bermaksud menjelekan bangsa sendiri
tetapi ini adalah fakta secara objektif yang benar-benar terjadi. Jikabangsa ini
sudah tidak mencintai budayanya sendiri mau jadi apa bangsa ini ? . budaya yang
sejatinya adalah identitas dari suatu bangsa kini perlahan mulai dilupakan.
2. Ekonomi,
menjadi faktor yang paling penting untuk memenuhi dan menjamin kesejahteraan
rakyat Indonesia yang di kelola dan dilaksanakan secara kekeluargaan sesuai
dengan amanat UUD 1945 Pasal 33. Tetapi dalam prakteknya sistem ekonomi
indonesia diolah secara libral yang berkedok sistem ekonomi pancasila. Inilah justru
yang menyebabkan penderitaan rakyat Indonesia semakin pedih.
Mengingat perjuangan para pahlawan dalam
membebaskan bangsa ini dari penjajahan tidaklah semudah membalikan telapak
tangan, maka oleh sebab itu kita wajib menjaga warisan kemerdekaan yang telah
diperjuangan di jaman dahulu dengan tetap mengisi kemerdekaan dengan semangat
cinta tanah air.
Prof. Dr. M. Dimyani Hartono. SH
“Rasa kecintaan terhadap
negaranya yang tidak dapat dilepaskan dari rasa patriotisme”.
[5] Nuri Soeseno, Kewarganegaraan: Tafsir, Tradisi, dan Isu-isu
Kontemporer, (Depok: Departemen Ilmu Politik FISIP UI, 2010),
hlm. 102.
Komentar
Posting Komentar