seperti kemarin kami hanya daun kering, dilepaskan
pohon kehendak musim. saat melayang menuju kejatuhan kami lenguh menangis
lirih. usai itu, kami terhempas batu cadas pongah permukaan bumi. kami hanya
daun kering, tak mampu musyawarahkan nasib. kami hanya menerima takdir,
dilafal-maknakan tumbal pergantian musim.
jumlah kami berjibun, tumpah ruah
kolom-kolom statistik, sekadar dicatat sebagai himpunan. kami lalu
diprosentase, siapa layak dapat raskin berbau apek, bantuan uang tunai serupa
opium, pelayanan kesehatan gratis penuh kepalsuan, berdesak pengap angkutan
umum. kami masih daun kering terus tercatat sekadar lembar ringkih daun kering.
dan bila dipahamkan sampah, kami musti siap lahir batin dibakar musnahkan panas
api satpol pp.
kami kini disangatkan nasib
terkapar sungkur hamparan tanah. tapi kami masih waras menangkap segenap ucap
kawanan fir’aun, bertahta di pucuk-pucuk pohon kekuasaan. gemuruh pidato kaum
fir’aun mengulang ucap statistik, perihal daun kering kian menyusut jumlah.
padahal kami populasi, kian berjibun berderet-deret.
wahai kaum fir’aun. hingga langit
sore semburat jingga, kalian tak pernah paham perihal kami para daun kering.
tersuruk nasib terlempar jauh terhempas lepas pusaran gelap pojok-pojok
sejarah.
kami daun kering. selamanya.
selamanya……
Jakarta, 20 September 2010
(5)
Puisi Karya
Anwari WMK
Walaupun daun kering, tapi setidaknya daun-daun kering itu bisa menyulut api jika bersatu. :)
BalasHapus